Sabtu, 22 Agustus 2009

PEMANFAATAN METODE TRANSFER EMBRIO DALAM PROGRAM PERBAIKAN MUTU GENETIK

Permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia antara lain adalah masih rendahnya produktifitas dan mutu genetik ternak.

Perkembangan bioteknologi reproduksi pada dekade terakhir menjadi topik ilmiah yang sangat penting. Pada sektor peternakan, aplikasi bioteknologi yang telah dikembangkan antara lain Inseminasi Buatan (IB) dan Transfer Embrio (TE).

Transfer embrio (TE)

Transfer embrio (TE) merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB).

Transfer embrio adalah teknik mengkoleksi atau pengambilan embrio dari saluran reproduksi hewan donor melalui pembilasan dengan media fisiologi yang cocok dan mentransfer atau menempatkan embrio tersebut kedalam saluran reproduksi hewan resipien.

Transfer embrio merupakan suatu proses, mulai dari pemilihan sapi-sapi donor, sinkronisasi birahi, superovulasi, inseminasi, koleksi embrio, penanganan dan evaluasi embrio, transfer embrio ke resipien sampai pada pemeriksaan kebuntingan dan kelahiran

Seleksi Sapi Donor dan Resipien

Keberhasilan transfer embrio (TE) tergantung dari seleksi yang dilakukan dalam menentukan ternak donor dan resipien

3 kriteria pokok yang digunakan untuk memilih donor yaitu 1) memiliki genetik unggul (genetic superiority) 2) memiliki kemampuan reproduksi (reproductive ability) 3) pemasaran keturunannya memiliki nilai pasar (market value of progeny).

Sapi yang digunakan untuk resipien sebaiknya mempunyai umur yang masih muda terutama sapi dara (belum pernah bunting), kelayakan ekonomis, kemudahan untuk ternak resipien (availability), kesuburan yang terjamin dan mempunyai kemampuan membesarkan anaknya (mothering ability) (Supriatna dan Pasaribu, 1992). Sapi resipien tidak harus mempunyai mutu genetik yang baik dan berasal dari bangsa yang sama, tetapi harus mempunyai organ dan siklus reproduksi normal, tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan (distokia), sehat serta bebas dari infeksi saluran kelamin (Noakes, 1986; Herdis dkk, 2002).

Sinkronisasi Estrus

Sinkronisasi estrus atau nama lainnya penyerentakan birahi adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronisasikan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien.

Sinkronisasi estrus umumnya dengan menggunakan preparat hormon prostaglandin F2ά (PGF2ά) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2ά.

Penyuntikan PGF2ά pada ternak resipien haruslah dilakukan satu hari lebih awal daripada donor.

Superovulasi

Sapi merupakan ternak uniparous, dimana sel yang terovulasi setiap siklus birahi biasanya hanya menghasilkan satu buah sel telur (ovum)

Dalam program transfer embrio dapat terjadi ovulasi ganda, maka diberikan hormon superovulasi untuk mendapatkan atau memperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar.

Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon Gonadotropin yakni Pregnant Mare’s Serum Gonadotropin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH).

Penyuntikan dengan hormon ini akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak dari semestinya

Inseminasi Buatan

Waktu donor memperlihatkan gejala birahi yang pertama atau awal birahi (standing estrus) merupakan data penunjang untuk menentukan waktu yang tepat untuk IB

transport sperma berubah pada donor yang di superovulasi, karenanya disarankan untuk mengawinkan atau menginseminasi lebih dari satu kali dan gunakan semen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik dari biasanya

Koleksi dan Transfer Embrio

Koleksi embrio pada ternak sapi donor dapat dilakukan pada hari ke 7 sampai hari ke 8 setelah birahi

Koleksi embrio dilakukan dengan mengunakan foley catheter dua jalur 16 – 20G steril (tergantung ukuran serviks). Flushing pada proses transfer embrio adalah membilas uterus ternak donor dengan cara memasukkan cairan media ke dalam cornua uteri kemudian mengeluarkannya kembali untuk mendapatkan embrionya.

Pembilasan embrio dengan foley catheter

Sebelum ditransfer kepada ternak resipien, terlebih dahulu melewati tahapan identifikasi yaitu

embrio yang berada didalam media pembilasan harus dapat diidentifikasi terlebih dahulu agar tidak dikelirukan dengan sel epitel tuba fallopii.

Tahapan selanjutnya Pencucian.

Tahapan terakhir adalah pengisian embrio ke dalam straw

Klasifikasi embrio yang didapat pada pembilasan didasarkan pada penampilan umum morfologis dengan kriteria sebagai berikut

kualitas embrio A (sangat baik)

Kualitas embrio B (baik)

Kualitas embrio C (cukup)

Embrio yang didapatkan dari pembilasan bisa langsung ditransfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan ditransfer ke ternak sapi pada waktu yang lain.

Teknik transfer embrio mempunyai 2 metode yaitu melalui pembedahan dan tanpa pembedahan. Metode tanpa pembedahan ini paling sering dan paling banyak digunakan

Pelaksanaan pemindahan embrio tanpa bedah, mirip dengan pelaksanaan IB

siapkan TE Gun steril, tarik stilet kira-kira sepanjang straw, sisipkan straw ke ujung TE Gun dengan bagian straw yang terdapat plug pendorong berada dibagian bawah. Tutup TE Gun dengan plastik sheet steril, pasang dengan benar dan kuat pengunci plastik sheet embrio dalam TE Gun siap ditransfer ke ternak resipien

Setelah transfer kanul melewati servik, arahkan ujungnya ke tanduk uteri ipsilateral terhadap korpus luteum. Bifurkasio letaknya hanya 1 cm dari servik, sehingga kanul harus segera disimpangkan arahnya ke tanduk uteri yang ipsilateral.

Kornua uteri diangkat, diluruskan ke depan, kanul dimasukkan sejauh mungkin. Begitu hambatan ditemukan, embrio segera dideposisikan dan kanul dikeluarkan kembali. Deposisi embrio sebaiknya dilakukan pada tengah uteri ipsilateral dengan korpus luteum.

DISKUSI

Pada prinsipnya teknik TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari ternak sapi donor, dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk sapi resipien sampai terjadi kelahiran

Transfer embrio memiliki manfaat ganda karena selain dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh. Selain itu, dengan TE seekor betina unggul yang sedang disuperovulasi kemudian diinseminasi dengan sperma pejantan unggul dapat menghasilkan sekitar 40 ekor anak sapi unggul dan seragam setiap tahun, bila dibandingkan dengan perkawinan alam atau IB hanya mampu melahirkan 1 ekor anak sapi pertahun

Penggunaan dan pengembangan transfer embrio dimasa mendatang yaitu banyak penelitian dibidang TE yang dapat digunakan untuk meningkatkan populasi ternak dan memecahkan berbagai masalah dan kendala didunia kedokteran. Penggunaan yang potensial dari metode TE adalah sebagai berikut : peningkatan keturunan (progeny) dari bibit betina unggul, pengembangbiakan bangsa sapi yang eksotik, reduksi interval generasi, kembar, pengawetan embrio dalam jangka waktu lama, transportasi internasional, manipulasi embrio (produksi kembar identik, seleksi kelamin embrio, cloning).

Hubungan Kualitas Pakan Pada Pubertas Sapi Betina

Pubertas

o Pubertas dapat didefinisikan sebagai umur atau saat organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi.

o Hewan betina yang mengalami pubertas ditandai dengan timbulnya estrus pertama kali dan ovulasi.

o Permulaan pubertas pada hewan betina disebabkan oleh pelepasan tiba-tiba hormon gonadotropin dari kelenjar adenohypofisa ke dalam saluran darah dan bukan karena dimulainya secara tiba-tiba produksi hormon-hormon tersebut

o Pelepasan FSH ke dalam aliran darah menjelang pubertas menyebabkan pertumbuhan folikel-folikel pada ovarium.

o Sewaktu folikel-folikel tersebut berkembang dan menjadi matang, berat ovarium meningkat dan esterogen disekresikan dari ovarium untuk dilepaskan ke dalam aliran darah.

o Esterogen menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan saluran kelamin betina.

o Apabila folikel-folikel menjadi matang, ovum diovulasikan dan turun ke dalam tuba fallopii

o Pubertas dikontrol oleh mekanisme-mekanisme fisiologik tertentu yang melibatkan gonad dan kelenjar adenohypofisa, sehingga pubertas tidak luput dari pengaruh faktor herediter dan lingkungan yang bekerja melalui organ-organ tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pubertas yaitu musim, suhu, makanan, dan faktor-faktor genetik (Toelihere, 1979).

o Aktivitas reproduksi pada ternak besar mulai beberapa saat sebelum pertumbuhan selesai, dan terjadi lebih dini pada hewan yang baik kondisi nutrisinya

o Umur pubertas untuk setiap spesies hewan berbeda dan dapat dipengaruhi oleh nutrisi.

o Pada sapi, jika diberi nutrisi yang cukup tinggi pubertas dapat dicapai pada usia 9 bulan, sedangkan jika nutrisinya sedang atau rendah maka pubertas bisa dicapai umur 11 bulan sampai 15 bulan.

o Sapi-sapi dara sebaiknya dikawinkan menurut ukuran dan berat badan bukan menurut umur.

o Kegagalan munculnya birahi pertama pada umur dewasa kelamin disebut anestrus prapubertas.

o Hewan yang mengalami anestrus prapubertas dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok sapi betina anestrus yang mempunyai kelainan saluran alat kelamin betina yang sifatnya menurun dan anestrus yang terjadi karena faktor pengelolaan khususnya pemberian pakan (Hardjopranjoto, 1995).

Susunan bahan makanan, terdiri dari:

o Air

o Karbohidrat

o Lemak

o Protein

o Vitamin

o Mineral (P,Ca,I,Se,Fe,Cu,Co,Mn,Mg)

o Pakan sebagai faktor yang menyebabkan gangguan reproduksi dan infertilitas sering bersifat majemuk, artinya kekurangan suatu zat dalam ransum pakan diikuti oleh kekurangan zat pakan yang lain.

o Kekurangan pakan dalam hal ini bukan hanya kuantitasnya tetapi kualitasnya

o Kekurangan pakan akan menyebabkan fungsi semua kelenjar dalam tubuh menurun

o Salah satu kelenjar yang menjadi sasaran adalah kelenjar hipofisa anterior yaitu hipofungsi kelenjar hipofisa tersebut, diikuti dengan menurunnya sekresi gonadotropin yaitu FSH dan LH

o Hal ini menyebabkan aktivitas ovarium menurun dan tidak terjadinya pertumbuhan folikel. Keadaan ini yang disebut hipofungsi ovarium ditandai dengan adanya anestrus

o Kelebihan pakan dalam ransum yang berlangsung dalam waktu lama dan mengakibatkan kegemukan (obesitas) dapat juga menimbulkan gangguan reproduksi.

o Pada sapi betina yang mengalami obesitas, ada timbunan lemak di berbagai bagian tubuh, contohnya di sekitar ovarium dan bursa ovarii

o Agar proses reproduksi dapat berjalan dengan normal, diperlukan ransum pakan yang memenuhi kebutuhan baik untuk pertumbuhan maupun untuk reproduksi.

o Ransum pakan disebut berkualitas baik dan lengkap bila di dalamnya mengandung karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi, protein sebagai zat pembangun tubuh, mineral, dan vitamin sebagai zat pelengkap untuk pertumbuhan.

o Kekurangan salah satu zat makanan di atas dapat mendorong terjadinya gangguan reproduksi dan infertilitas

Anestrus pada sapi

Organ reproduksi betina

Ovarium 1 psg, bentuk almond, size =3 5x25x15 mm

Oviduct infundibulum, ampulla, isthmus

Aktivitas dirangsang Estrogen, dihambat Progesteron

Uterus cornue dan corpus, tipe bikornuat

Cerviks 4 cincin, membuka oleh pengaruh E, menutup oleh pengaruh P4

Vagina epitel menanduk oleh pengaruh E, epitel regresi oleh pengaruh P4

Vulva panjangnya = 10-12 cm

Siklus estrus waktu diantara periode estrus

Panjang siklus estrus sapi kira2 21 hari

Siklus estrus

Proestrus

Estrus

Metestrus

Diestrus

Pengertian Anestrus

Periode dimana tidak ada siklus estrus, ditandai dengan tidak munculnya tingkah laku estrus (birahi) (Fallas et al., 1987); (Wright and Malmo, 1992)

Kondisi anestrus ovarium yang statis, ada perkembangan folikel. Namun folikel tidak cukup matang tidak terjadinya ovulasi.

(Moro et al., 1994)

Macam-macam Anestrus

Anestrus normal

Prapubertas

Bunting

Menyusui

Tua

Anestrus kongenital

Freemartin

Aplasia ovaria

Hipoplasia ovaria

Anestrus musiman photoperiod, stres suhu tinggi

Anestrus nutritional

Mineral untuk aktivitas reproduksi, a.l :

Karoten, digunakan oleh corpus luteum

Copper, diperlukan sebanyak 10 ppm. Jika kurang dari 10 ppm, akan menyebabkan anestrus.

Cobalt, kekurangan cobalt akan menyebabkan terlambatnya estrus pertama dan siklus estrus yang irregular.

Mangan, diperlukan sebanyak 40 ppm. Jika kurang dari 40 ppm akan menyebabkan anestrus dan siklus estrus yang irregular.

Fosfor, digunakan dalam pembentukan energi (ATP). Kekurangan fosfor akan menyebabkan terlambatnya pubertas pada sapi dara.

Anestrus nutritional

Tingkat fertilitas pada sapi (skala 1-9) BCS 1- 3 11%, BCS = 7, 8 dan 9 85% (Wagner et al., 1988)

Anestrus postpartum

Faktor utama anestrus postpartum =

Nutrisi

Menyusui

Faktor anestrus postpartum =

Bangsa

Umur

Kebuntingan yang ke berapa

Jumlah produksi susu

Ada atau tidaknya pejantan

Terlambatnya involusi uterus

Distokia

Status kesehatan

Anestrus postpartum (nutrisi)

Kebutuhan nutrisi untuk energi penting!!!

Defisit energi Negative Energy Balance (NEB) menurunkan LH, IGF-I, glukosa, insulin penurunan BCS dan peningkatan persentase kejadian anestrus

NEB mengalihkan jalan nutrisi dari reproduksi, kegagalan pelepasan GnRH, membatasi jumlah folikel ovarium, pertumbuhan dan ukuran dari folikel dominan, menunda ovulasi pertama, mengganggu ovulasi, menghalangi ekspresi estrus, dan menurunkan konsentrasi plasma progesteron

Menyusui mengurangi pelepasan GnRH dari Hypothalamus kekurangan pelepasan LH, menghambat perkembangan folikel

Penghambatan pelepasan LH karena adanya hypothalamic opioid peptid β-endorphin(Malven et al., 1986 and Boland et al., 1990) sebagai respon dari menyusui.

Menyusui juga dapat menyebabkan penurunan BCS dan menyebabkan NEB

Anestrus pada sapi

Organ reproduksi betina

Ovarium 1 psg, bentuk almond, size =3 5x25x15 mm

Oviduct infundibulum, ampulla, isthmus

Aktivitas dirangsang Estrogen, dihambat Progesteron

Uterus cornue dan corpus, tipe bikornuat

Cerviks 4 cincin, membuka oleh pengaruh E, menutup oleh pengaruh P4

Vagina epitel menanduk oleh pengaruh E, epitel regresi oleh pengaruh P4

Vulva panjangnya = 10-12 cm

Siklus estrus waktu diantara periode estrus

Panjang siklus estrus sapi kira2 21 hari

Siklus estrus

Proestrus

Estrus

Metestrus

Diestrus

Pengertian Anestrus

Periode dimana tidak ada siklus estrus, ditandai dengan tidak munculnya tingkah laku estrus (birahi) (Fallas et al., 1987); (Wright and Malmo, 1992)

Kondisi anestrus ovarium yang statis, ada perkembangan folikel. Namun folikel tidak cukup matang tidak terjadinya ovulasi.

(Moro et al., 1994)

Macam-macam Anestrus

Anestrus normal

Prapubertas

Bunting

Menyusui

Tua

Anestrus kongenital

Freemartin

Aplasia ovaria

Hipoplasia ovaria

Anestrus musiman photoperiod, stres suhu tinggi

Anestrus nutritional

Mineral untuk aktivitas reproduksi, a.l :

Karoten, digunakan oleh corpus luteum

Copper, diperlukan sebanyak 10 ppm. Jika kurang dari 10 ppm, akan menyebabkan anestrus.

Cobalt, kekurangan cobalt akan menyebabkan terlambatnya estrus pertama dan siklus estrus yang irregular.

Mangan, diperlukan sebanyak 40 ppm. Jika kurang dari 40 ppm akan menyebabkan anestrus dan siklus estrus yang irregular.

Fosfor, digunakan dalam pembentukan energi (ATP). Kekurangan fosfor akan menyebabkan terlambatnya pubertas pada sapi dara.

Anestrus nutritional

Tingkat fertilitas pada sapi (skala 1-9) BCS 1- 3 11%, BCS = 7, 8 dan 9 85% (Wagner et al., 1988)

Anestrus postpartum

Faktor utama anestrus postpartum =

Nutrisi

Menyusui

Faktor anestrus postpartum =

Bangsa

Umur

Kebuntingan yang ke berapa

Jumlah produksi susu

Ada atau tidaknya pejantan

Terlambatnya involusi uterus

Distokia

Status kesehatan

Anestrus postpartum (nutrisi)

Kebutuhan nutrisi untuk energi penting!!!

Defisit energi Negative Energy Balance (NEB) menurunkan LH, IGF-I, glukosa, insulin penurunan BCS dan peningkatan persentase kejadian anestrus

NEB mengalihkan jalan nutrisi dari reproduksi, kegagalan pelepasan GnRH, membatasi jumlah folikel ovarium, pertumbuhan dan ukuran dari folikel dominan, menunda ovulasi pertama, mengganggu ovulasi, menghalangi ekspresi estrus, dan menurunkan konsentrasi plasma progesteron

Menyusui mengurangi pelepasan GnRH dari Hypothalamus kekurangan pelepasan LH, menghambat perkembangan folikel

Penghambatan pelepasan LH karena adanya hypothalamic opioid peptid β-endorphin(Malven et al., 1986 and Boland et al., 1990) sebagai respon dari menyusui.

Menyusui juga dapat menyebabkan penurunan BCS dan menyebabkan NEB

Penutup

Hipokalsemia pada sapi perah adalah kasus yang sering terjadi, dengan perkiraan angka kejadian 5-10 % di seluruh negara (Horst, 1986). Hal ini disebabkan karena kehabisan cadangan kalsium karena perkembangan dari keseimbangan kalsium negatif pada kebuntingan yang lambat atau pada waktu terjadinya mastitis yang disebabkan oleh bakteri E. coli, kelahiran dan injeksi antibiotik aminoglycosida melalui intravena (Morin, 2004). Selama periode sebelum kelahiran kebutuhan kalsium meningkat, kebutuhan kalsium yang meningkat dapat mengakibatkan terjadinya subklinikal dan klinikal hipokalsemia. Sebelum kelahiran sapi mengalami supresi imun secara signifikan (Kimura et al, 2006). Saat post estrus, hipokalsemia sangat jarang terjadi dan merupakan sindrom pada sapi perah yang terjadi setelah akhir dari gejala estrus berlangsung.

Alasan yang tepat untuk sindrom ini tidak diidentifikasi pada sapi, tetapi alasan yang paling mungkin terjadi berdasarkan pada pertanyaan kalimat diatas dapat disebabkan karena supresi imun karena stres dan shock yang mengrah pada kehilangan sel imun pada simpanan kalsium intraseluler(Kimura et al, 2006). Pada kasus yang lain, depresi terhadap nafsu makan terjadi karena meningkatnya kadar estrogen dalam darah yang mengakibatkan serangan presipitasi hipokalsemia selama periode estrus berlangsung. Selain itu. Level estrogen yang melonjak saat estrus dapat bertentangan dengan mobilisasi kalisum pada tulang (V agg et al, 1981). Kadang-kadang tidak ada sejarah estrus atau perkawinan tetapi ketika dilakukan pemeriksaan reproduksi yang merupakan sebagai salah satu bagian dari pemeriksaan fisik, ada tanda-tanda gejala estrus, kondisi uterin ; sebuah folikel atau korpus hemoragikum dimana terdapat sebuah folikel dan terkadang ada mukus bening dari saluran reproduksi. Pada kasus hipokalsemia non parturient, pemberian infus kalsium boroglukonat melalui intravena diperlukan, seperti kasus diatas. BCS dari kasus ini sangat baik dan adanya simpanan lemak yang berlebihan dapat menjadi sebuah faktor resiko terjadinya serangan hipokalsemia pada sapi.


Cockcroft, P.D. and P. Whiteley, 1999. Hypocalcemia in 23 ataxic/recumbent ewes; clinical sign and likelihood rations. Vet, Rec., 144; 529-532. Veterinary record.bvapublications.com/content/vol 144/issue19/ondex.dtl.

Goff, J.P., J.M. Sanchez and R.L. Horst, 2005. Hypocalcemia; Biologicak effects and strategies for prevention. Nutrition Conference, University of Tennessee, Departement of Animal Science, UT Extension and University Professional and Personal Development, pp; 6. www.tennesseenutritionconference.org/pdf/Proceedings2005/JeffGoff.pdf. www.cipav.org.co/lrrd/lrrd20/4/corra20059.htm-427k.

Horst, R.L., 1986. Regulation of Calcium and Phosphorus Homeostatis in Dairy Cows. J. Dairy Sci., 69 (2) ; 604-616. Jds.fass.org/cgi/content/abstract/69/2/604?ck=nck.

Kimura, K., T. A. Reinhardt, and J. P. G off, 2006. Partuition and Hypocalcemia Blunts Calcium Signal In Immune Cells of Diary Cattle. J. Dairy Sci., 89 (7); 2588-2595. www.ucm.es/BUCM/compludoc/W/10606/00220302_1.htm-42k.

Morin, D. E., 2004. Beyond Antibiotics-what else can we do? NMC Annual Meeting Proceedings, pp; 13-23. www.nmconline.org/articles/antib.pdf.

Radostis, O.M., C.C. Gay, K. W. Hinchcliff and P. D. Constable, 2007.Veterinary Medicine.10th Edn. Published by Saunders Company, ISBN;10;70 20 2777 4 Printed in Spain,pp; 80-81.

Risco, C. A., 2004. Managing the Postpartum Cow to Maximize Pregnancy Rates. Proceedings 2004 Florida Dairy Reproduction Road Show, pp; 10-23. Dairy.ifas.ufl.edu/files/drs/2004/Postpartum.pdf.

Sevinga, M., H. W. Barkema and J. W. Hesselink, 2002. Serum Calcium and Magnesium Concentrations and the use of a calcium-magnesium borogluconate solution in the treatment of Frisian mares with retained placenta. Theriologenology, 57 (2); 941-947, 11991396 (P, S, E, B).

Vagg, M.J., W.M. Allen, D.C. Davies, B.F. Sansom, H.J.Edwards, J.M. Pottand C.J. Rileys, 1981. Fieldtrial to determine the efficacy of 2 doses of 1 alphahydroxycholecalciferol in the prevention of milk fever. Vet. Rec., 109 (13); 273-275.